Senin, 03 Juni 2013

Kurikulum 2013

Menjelang penerapan Kurikulum 2013 yang ditargetkan akan dimulai pada bulan Juli nanti, ada banyak hal yang harus pemerintah siapkan. Dari sosilaisasi mengenai pemahaman dan pelaksanaan teknis pengajaran, sampai pada ranah strategi pelatihan mengenai Kurikulum 2013 ini.

Pendidikan menuju masa depan adalah pendidikan yang membebaskan, membuka pintu bagi setiap peserta didik supaya bisa mewujudkan cita-cita sesuai minat dan bakat masing-masing, sehingga mereka akan menjadi pribadi mandiri yang siap saling berkompetisi dan berkolaborasi. Dari hal tersebutlah, diharapkan akan lahir para generasi bangsa yang siap tampil untuk memajukan negara.
Dalam mencapainya, pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendik­bud) berencana akan mengganti kurikulum KTSP yang kini ma­sih bergulir menjadi Kurikulum 2013 yang rencananya pada ta­hun ajaran baru nanti akan diterapkan.

Dengan pendekatan tematik integratif, kurikulum ini me­ngem­bangkan kompetensi inti se­bagai integrator horizontal yang mengikat keseluruhan mata pelajaran (mapel) dan jenjang pendidikan sebagai kesatuan. Dalam praktiknya di SD atau SMP, misalnya, kurikulum ini akan meleburkan materi sejumlah mapel ke dalam mapel lain. Jumlah mapel pun berkurang, sehingga mengakibatkan kurikulum ini terkesan padat dan ringkas (Kompas, 11/5/2013).
Mohammad Nuh juga me­nge­mukakan bahwa ada tiga komponen penting dalam kuri­kulum baru. Tidak hanya mene­kankan nilai penting aspek pe­ngetahuan dan keterampilan, ku­rikulum baru menekankan perbaikan sikap siswa berlandaskan agama dan budi pekerti. Materi budi pekerti akan banyak diselipkan pada mata pelajaran agama. Karena itu, porsi jam mata pelajaran agama bertambah dari dua menjadi em­pat jam (Sua­ra Mer­deka, 31/4/2013).
Sosialisasi
Meskipun maksud dan tuju­an dari pergantian kurikulum ini bernadakan positif, tak dapat dimungkiri, banyak pro dan kontra yang meluncur deras atas kebijakan tersebut. Seperti halnya kritik atas sosialisasi dan pelatihan penerapan Kurikulum 2013 ini.
Hal itu pun diperkuat de­ngan hasil survei Kompas, 11 Mei 2013 yang menunjukkan bahwa pengetahuan guru terha­dap isi Kurikulum 2013 itu amatlah minim. Terbukti, dengan persentase sebanyak 71,8 % guru yang bersertifikasi tidak tahu, dan  sebanyak 58,3 % guru yang tidak bersertifikasi tidak tahu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa greget sosialisasi Kuriku­lum 2013 ini masih rendah. Pada­hal salah satu faktor yang me­me­ngaruhi sukses tidaknya penerapan kurikulum ini berada pada kualitas guru. Akan tetapi, pemerintah malah seakan tidak pernah memberikan pelatihan yang sungguh-sungguh. Atau karena faktor dari pelaku pelatihan itu sendiri yang tidak sungguh-sungguh. Seperti banyaknya waktu pelatihan yang dikorupsi menjadi dua hari saja, meski para guru diminta untuk tanda tangan selama lima hari.
Bahkan, apabila kita mengaca pada penerapan kurikulum-kurikulum sebelumnya, sebenarnya para guru selaku pelaku yang menerapkan kebijakan kurikulum baru ternyata memiliki kecenderungan terkena efek keterbalikan.
Maksudnya, faktor usia dan jam terbang guru ternyata ber­banding terbalik dengan pengetahuan guru dengan ku­rikulum baru. Akibatnya, mes­kipun kur­kulum baru sudah ditetapkan, mereka masih menerapkan kurikulum KTSP, KBK, bahkan sebagian guru-guru yang terbilang sepuh masih menggunakan kurikulum 1984. Maka dari itu, sosialisasi dan pelatihan terhadap kurikulum baru ini amatlah vital nilainya.
Terkesan Dipaksakan
Selain itu, penerapan Kuri­kulum 2013 seakan dipaksakan. Waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya terkesan mi­nim dan dipaksakan, dan menyi­sakan beberapa problematika yang belum tuntas.
Misalnya, nasib guru-guru mapel Tek­no­logi Informasi dan Komunikasi (TIK) di jenjang SMA­/MA/se­derajat dan SMP­/MTs/sederajat yang terancam menganggur jika Kurikulum 2013 diterapkan. Sebab, mata pelajaran itu akan dihapuskan dari Kurikulum 2013 (Suara Merdeka, 4/4/­2013). Lalu bagaimanakah de­ngan nasib mereka, apalagi setiap tahunnya ada sarjana pendidikan TIK yang lulus dari perguruan tinggi? (24)

- Hendra Saputra, Sekre­taris Redaksi Majalah Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi Fa­kultas Ilmu Tarbiyah dan Ke­guruan IAIN Walisongo Se­marang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar