I. PENDAHULUAN
Buku yang berjudul Pemberontakan Petani Banten 1888 ini merupakan terjemahan dari disertasi karya Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo dengan judul asli The Peasant’s Revolt of Banten in 1888, It’s Conditions, Course and Sequel: A Case Study of Social Movements in Indonesia. Karya ini memperoleh predikat cum laude dari Universitas Amsterdam dan banyak menjadi referensi utama dalam penulisan sejarah gerakan sosial dan petani di Indonesia.
Minggu, 30 Mei 2010
META KECERDASAN: INTEGRASI KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL
I. PENDAHULUAN
Dalam dekade terakhir, dunia psikologi dan pendidikan dikejutkan oleh berbagai penemuan-penemuan monumental tentang potensi kecerdasan manusia. Pada abad ke dua puluh, kecerdasan intelektual (IQ) sempat menemukan momentumnya sebagai satu-satunya alat untuk ‘menakar’ dan mengukur kecerdasan manusia. Selama bertahun-tahun, kita begitu terpesona dengan penemuan Barat tentang IQ. Bahwa orang yang cerdas adalah mereka yang memiliki nilai intelektual yang tinggi yang dapat diukur secara kuantitatif melalui berbagai tes kecerdasan. For long, the world gave much importance to intelligence quotient, kata Cherian P. Tekkeveettil. Sehingga, saat itu, orang tua dengan begitu bangganya mengatakan : my son has an IQ of 210. He is going to be scientist”.
Namun pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman menunjukkan penemuan barunya, bahwa kecerdasan manusia tidak hanya bisa diukur dengan IQ; ada jenis kecerdasan lain yang lebih penting dari IQ, yaitu EQ (Emotional Quotient).
Dalam dekade terakhir, dunia psikologi dan pendidikan dikejutkan oleh berbagai penemuan-penemuan monumental tentang potensi kecerdasan manusia. Pada abad ke dua puluh, kecerdasan intelektual (IQ) sempat menemukan momentumnya sebagai satu-satunya alat untuk ‘menakar’ dan mengukur kecerdasan manusia. Selama bertahun-tahun, kita begitu terpesona dengan penemuan Barat tentang IQ. Bahwa orang yang cerdas adalah mereka yang memiliki nilai intelektual yang tinggi yang dapat diukur secara kuantitatif melalui berbagai tes kecerdasan. For long, the world gave much importance to intelligence quotient, kata Cherian P. Tekkeveettil. Sehingga, saat itu, orang tua dengan begitu bangganya mengatakan : my son has an IQ of 210. He is going to be scientist”.
Namun pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman menunjukkan penemuan barunya, bahwa kecerdasan manusia tidak hanya bisa diukur dengan IQ; ada jenis kecerdasan lain yang lebih penting dari IQ, yaitu EQ (Emotional Quotient).
BOOK REPORT: PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SEKOLAH (Dr. H. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah
I. PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan program belajar untuk siswa yang harus dijabarkan dan dilaksanakan oleh guru melalui proses pengajaran. Oleh sebab itu penelaahan kurikulum sebagai program belajar, pelaksanaan, pembinaan dan pengembangannya jauh lebih penting dari programnya itu sendiri.
Buku ini mencoba membahas tiga aspek pokok, yakni (a) landasan teoritik berkenaan dengan studi kurikulum dituangkan dalam tiga bab pertama, (b) kebijakan dan prosedur pembinaan kurikulum disajikan dalam bab empat dan bab lima, (c) evaluasi dan pengembangan kurikulum dimuat dalam tiga bab berikutnya yakni bab enam, tujuh dan bab delapan. Tiga hal pokok itulah yang akan coba dirangkum dalam tulisan singkat ini. Dan tentunya sesuai dengan judul buku ini, maka fokus pembahasan akan ditekankan pada pembinaan dan pengembangan kurikulum di sekolah.
Kurikulum merupakan program belajar untuk siswa yang harus dijabarkan dan dilaksanakan oleh guru melalui proses pengajaran. Oleh sebab itu penelaahan kurikulum sebagai program belajar, pelaksanaan, pembinaan dan pengembangannya jauh lebih penting dari programnya itu sendiri.
Buku ini mencoba membahas tiga aspek pokok, yakni (a) landasan teoritik berkenaan dengan studi kurikulum dituangkan dalam tiga bab pertama, (b) kebijakan dan prosedur pembinaan kurikulum disajikan dalam bab empat dan bab lima, (c) evaluasi dan pengembangan kurikulum dimuat dalam tiga bab berikutnya yakni bab enam, tujuh dan bab delapan. Tiga hal pokok itulah yang akan coba dirangkum dalam tulisan singkat ini. Dan tentunya sesuai dengan judul buku ini, maka fokus pembahasan akan ditekankan pada pembinaan dan pengembangan kurikulum di sekolah.
EVALUASI DAN TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN DOMAIN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK
I. PENDAHULUAN
Evaluasi dalam rangkaian proses pendidikan merupakan hal yang sangat urgen. Hal ini mengingat evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi ini dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. (Depag RI, 2006:67).
Pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan dan potensi individu baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat merupakan usaha sadar yang bertujuan mendewasakan anak mencakup kedewasaan fisik, intelektual, sosial dan moral. (Nana Sudjana, 1996:2) Operasionalisasi pendidikan tersebut dalam lingkup yang lebih kecil ditempuh melalui proses belajar mengajar atau pengajaran. Pengajaran adalah interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran, yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku baru pada siswa, sebagai akibat dari proses belajar mengajar. Perubahan tingkah laku dalam pengertian luas seperti dikemukakan Kingsley mencakup keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan, pengertian serta sikap dan cita-cita. Sedangkan menurut Gagne mencakup keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Adapun menurut Benyamin S Bloom dibedakan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif (aspek intelektual), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan). (Nana Sudjana, 1996:6)
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan evaluasi. Evaluasi pendidikan dan pengajaran merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar. Karena itu evaluasi menjadi hal yang penting dan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat mengukur dan menilai seberapa jauh keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan. Dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mempermudah upaya mencari jalan keluar untuk perbaikan ke depan. Dalam tataran makro, menurut Farida Tayib (2000:1) evaluasi akan memberikan informasi yang lebih akurat untuk membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan.
Makalah ini akan membahas konsep dasar evaluasi dan taksonomi tujuan pendidikan. Karena dikaitkan dengan taksonomi maka pembahasan dibatasi dan difokuskan hanya pada evaluasi terhadap peserta didik dalam bentuk evaluasi hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
II. KONSEP DASAR EVALUASI PENDIDIKAN
A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Sebelum menjelaskan pengertian evaluasi pendidikan lebih lanjut akan dikemukakan dulu pengertian pengukuran dan penilaian. Karena berbicara mengenai evaluasi selalu berkait dengan pengukuran dan penilaian. Dan terkadang ketiga istilah ini memunculkan kerancuan dan saling dipertukarkan (interchangeable).
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat ke dalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif.
Dalam dunia pendidikan, Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
2. Penilaian
Penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai. Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
3. Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation. Dalam bahasa Indonesia berarti ‘penilaian’.(Anas Sudijono, 1998: 1) Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (1992:220) evaluation berarti penilaian atau penaksiran.
M. Chabib Thoha (1996:1) mengatakan bahwa Evaluasi berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Anne Anastasi sebagaimana dikutip Sudijono (1998:1) mengatakan bahwa Evaluasi bukan saja sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.
Dari beberapa pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi di setiap akhir program tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
B. Tujuan Evaluasi
Evaluasi telah memegang peranan penting dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk :
o Membuat kebijaksanaan dan keputusan
o Menilai hasil yang dicapai para pelajar
o Menilai kurikulum
o Memberi kepercayaan kepada sekolah
o Memonitor dana yang telah diberikan
o Memperbaiki materi dan program pendidikan
(http://dokumens.multiply.com/journal)
Dr. Muchtar Buchori M.Ed. Mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi pendidikan ada 2 yaitu :
o Untuk mengetahui kemajuan peserta didik setelah ia mengalami pendidikan selama jangka waktu tertentu.
o Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidik selama jangka waktu tertentu tadi.
( http://dokumens.multiply.com/journal)
Secara konklusif Haryono (1999 : 1-3) menjelaskan tujuan evaluasi berkaitan dengan perencanaan, pengelolaan, proses, dan tindak lanjut pengajaran, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Oleh karena itu keputusan yang diambil dari hasil evaluasi dapat menyangkut :
1. Keputusan dalam bidang pengajaran
Dalam keputusan yang menyangkut bidang pengajaran ini hasil evaluasi dipakai sebagai pedoman untuk langkah-langkah memperbaiki cara mengajar guru, metode pengajaran, strategi mengajar. Sudah tepat atau belum suatu metode atau strategi mengajar dapat dilihat dari hasil evaluasi yang diadakan setelah proses belajar mengajar selesai. Jika hasil evaluasi menunjukkan nilai kurang, berarti metode atau strategi mengajar perlu diperbaiki. Jika hasil evaluasi sudah baik, berarti metode atau strategi mengajar sudah baik dan memadai.Untuk mengetahui apakah cara mengajar kita sudah baik atau belum, maka perlu diadakan tes formatif. Jadi nilai tes formatif tidak dijadikan pedoman untuk mengisi raport atau kenaikan kelas, tetapi untuk mengambil keputusan cara mengajarnya sudah tepat atau belum.
2. Keputusan tentang hasil belajar
Dilihat dari sudut proses belajar siswa, evaluasi digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa. Nilai evaluasi dalam hal ini dipergunakan untuk mengisi raport, untuk menentukan naik kelas atau tidak, lulus atau tidak. Komponen untuk keperluan ini biasanya menggunakan tes ulangan harian. Tes ulangan harian atau tes formatif pada umumnya diadakan untuk pokok bahasan yang lebih kecil, tetapi tes sumatif biasanya diadakan untuk pokok bahasan yang lebih luas.
3. Keputusan dalam rangka diagnosis atau usaha perbaikan
Kesulitan belajar siswa perlu dicari sebab-sebabnya dan ditanggulangi melalui usaha-usaha perbaikan. Tes diagnostic diselenggarakan untuk mengetahui dalam bidang mana siswa telah atau belum menguasai kompetensi tertentu, dengan kata lain tes diagnostic berusaha mengungkapkan kekuatan atau kelemahan siswa mengenai bahan yang diujikan. Sepintas lalu tes diagnostic hampir sama dengan tes untuk bidang pengajaran. Bedanya tes untuk bidang pengajaran berorientasi pada masa lalu, maksudnya bagaimana kesulitan itu dapat terjadi. Perlu diketahui juga bahwa untuk mengungkapkan kelemahan siswa tidak dengan tes diagnostik, tetapi dapat menggunakan cara-cara lain, analisis tugas sehari-hari, informasi keadaan rumah tangga. Setelah diketahui kesulitan ataukelemahan belajar siswa, barulah diusahakan kemungkinan-kemungkinan usaha perbaikan.
4. Keputusan berkenaan dengan penempatan
Tes untuk penjurusan atau pemilihan program termasuk tes penempatan. Dengan tes penempatan siswa dapat di bagi-bagi menurut tingkat kemampuannya, hal ini dimaksudkan agar siswa dapat belajar dengan baik dan siswa terhindar dari kesulitan. Tes bakat atau tes minat adalah salah satu tes yang digunakan untuk memilih dan menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya.
5. Keputusan yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling
Dilihat dari kepentingan tiap siswa, pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa mampu mengenali dan menerima keadaan dirinya sendiri, serta atas dasar pengenalan penerimaan diri sendiri ini siswa mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, termasuk mengarahkan dirinya sendiri sesuai bakatnya. Untuk sasaran petugas bimbingan dan konseling, hanya mungkinmelaksanakan tugasnya dengan baik jika dia dilengkapi dengan informasi yang lengkap dan tepat, ini dimaksudkan agar hasil evaluasi untuk kepentingan tersebut.
6. Keputusan berkenaan dengan kurikulum
Salah satu kegunaan hasil evaluasi adalah untuk menguji isi kurikulum dan pelaksanaan pengajaran. Dalam program pendidikan isi kurikulum dan rancangan pengajaran beserta berbagai penunjangnya dapat diuji keunggulannya.
7. Keputusan berkenaan dengan kelembagaan
Sering terjadi bahwa suatu lembaga pendidikan tidak seproduktif dengan lembaga pendidikan yang lain. Ada yang siswanya jarang bisa lulus tepat pada waktunya, tetapi ada lembaga lain yang siswanya selalu dapat selesai tepat waktu yang telah terprogramkan.
Untuk SLTP-SMA ada sekolah yang kemudian oleh masyarakat dinilai sekolah favorit, tetapi ada yang dinilai sekolah rawan. Untuk membandingkan lembaga yang satu dengan yang lain atau sekolah yang satu dengan yang lain perlu diadakan alat ukur atau evaluasi. Hasil evaluasi ini barulah dapat dipergunakan untuk menilai atau memberi predikat pada lembaga atau sekolah-sekolah tersebut. Dalam hal ini lembaga-lembaga atau sekolah-sekolah yangdinilai kurang, punya kewajiban untuk mengejar kekurangan tersebut.
C. Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui tujuan evaluasi maka dapat diketahui pula fungsi evaluasi pendidikan. Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 11) fungsi evaluasi tersebut antara lain:
1. Evaluasi berfungsi selektif
Fungsi seleksi ini antara lain bertujuan:
a. untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk keperluan pemberian beasiswa.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik
Dengan evaluasi dapat diketahui kelemahan-kelemahan siswa serta penyebabnya.
3. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
4. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.
Jika evaluasi dipandang dari sudut masing-masing komponen pendidikan maka evaluasi dapat berfungsi antara lain:
1. Fungsi evaluasi bagi siswa
Bagi siswa, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilannya dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Dalam hal ini ada dua kemungkinan :
a. Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin diperolehnya kembali pada waktu yang akan datang. Untuk ini siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat agar perolehannya sama bahkan meningkat pada masa yang akan datang. Namun, dapat pula terjadi sebaliknya, setelah memperoleh hasil yang memuaskan siswa tidak rajin belajar sehingga pada waktu berikutnya hasilnya menurun.
b. Hasil bagi siswa yang tidak memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan yang akan datang dia akan berusaha memperbaikinya. Oleh karena itu, siswa akan giat belajar. Tetapi bagi siswa yang kurang motivasi atau lemah kemauannya akan menjadi putus asa
2. Fungsi evaluasi bagi guru
a. Dapat mengetahui siswa manakah yang menguasai pelajran dan siswa mana pula yang belum. Dalam hal ini hendaknya guru memberikan perhatian kepada siswa yang belum berhasil sehingga pada akhirnya siswa mencapai keberhasilan yang diharapkan.
b. Dapat mengetahui apakah tujuan dan materi pelajaran yang telah disampaikan itu dikuasai oleh siswa atau belum.
c. Dapat mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran tersebut.
d. Bila dari hasil evaluasi itu tidak berhasil, maka dapat dijadikan bahan remidial. Jadi, evaluasi dapat dijadikan umpan balik pengajaran.
3. Fungsi evaluasi bagi sekolah
a. Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus. Melalui evaluasi terhadap pengajaran yang dilakukan oleh guru, maka akan dapat diketahui apakah ketepatan kurikulum telah tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan atau belum. Dari hasil penilaian tersebut juga sekolah dapat menetapkan langkah-langkah untuk perencanaan program berikutnya yang lebih baik.
b. Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah. Sudah barang tentu jika hasil penilaian yang dilakukan menunjukkan tanda-tanda telah terlaksananya kurikulum sekolah dengan baik, maka berarti tingkat ketepatan dan kemajuan telah tercapai sebagaimana yang diharapkan. Akan tetapi sebaliknya jika tand-tanda itu menunjukkan tidak tercapainya sasaran yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ketepatan dan kemajuan sekolah perlu ditingkatkan.
c. Mengukur keberhasilan guru dalam mengajar. Melalui evaluasi yang telh dilaksanakan dalam pengajaran merupakan bahan informasi bagi guru untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran.
d. Untuk meningkatkan prestasi kerja. Keberhasilan dan kemajuan yang dicapai dalm pengajaran akan mendorong bagi sekolah atau guru untuk terus meningkatkan prestasi kerja yang telah dicapai dan berusaha memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang mungkin terjadi.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
1. Keterpaduan
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak.
3. Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
4. Pedagogis
Perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.
5. Akuntabel
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya. (Daryanto, 1999:19-21)
E. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik non Tes (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/)
1. Teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner,daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup.
a. Rating scale atau skala bertingkat
Skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.
c. Daftar cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai.
d. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan saja.
e. Pengamatan atau observasi
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan atau observasi terdiri dari 3 macam yaitu : (1) observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam kelompok yang diamati. Pengamat telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi sebagai memberikan pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam obejek pengamatan.
f. Riwayat hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
2. Teknik tes.
Dalam evaluasi pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu :
a. Tes diagnostik
b. Tes formatif
c. Tes sumatif
F. Prosedur Melaksanakan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses dan out put. Apabila prosedur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknik apa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, di mana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
2. Pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)
3. Verifikasi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb)
4. Pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )
5. Penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu. (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/).
III. TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN
A. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan “nomos” yang berarti aturan. Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Klasifikasi bidang ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek. (http://hadisiswoyo.co.cc)
Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang biasa sering dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah standar evaluasi atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom)
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi)
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
B. Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
1. Ranah Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6). Aspek kognitif ini diurutkan secara hirarki piramidal. keenam aspek bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih) di mana aspek yang lebih tinggi meliputi semua aspek di bawahnya. (Daryanto, 1999: 102).
Sistem klasifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pengetahuan (knowledge)
Subkategori ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Pengetahuan yang dimaksud disini adalah sesuatu yang berhubungan dengan ingatan (recall) akan hal-hal yang khusus dan umum, ingatan akan metode dan proses, atau ingatan akan sebuah pola, struktur atau lokasi. Penekanan tujuan pengetahuan lebih banyak pada proses psikologis atas upaya untuk mengingat. Pengetahuan ini dapat dikategorisasi lagi menjadi:
1) Pengetahuan khusus
Ingatan tentang potongan-potongan informasi yang spesifik dan dapat dipisahkan. Penekanannya terletak pada simbol dengan referen yang konkret. Simbol yang berada pada tingkat keabstrakan yang rendah tersebut dapat dianggap sebagai unsur yang membangun bentuk pengetahuan yang lebih rumit dan abstrak.
2) Pengetahuan tentang cara dan alat untuk menangani hal-hal yang khusus
Pengetahuan tentang cara-cara mengatur, memelajari, menilai dan mengkritik yang meliputi metode bertanya, urutan kronologis dan standar penilaian pada suatu bidang serta pola pengaturan untuk menentukan dan mengatur wilayah bidang tersebut secara internal. Pengetahuan ini berada di tingkat menengah, diantara pengetahuan tentang hal-hal yang khusus dan pengetahuan tentang hal-hal yang umum.
3) Pengetahuan tentang hal-hal umum dan hal-hal yang abstrak dalam satu bidang
Pengetahuan tentang skema dan pola besar yang mengatur fenomena dan ide. Pengetahuan ini berupa struktur, teori dan generalisasi besar yang mendominasi suatu bidang atau yang biasa digunakan untuk memelajari fenomena atau menyelesaikan masalah. Pengetahuan ini memiliki tingkat keabstrakan dan kerumitan yang tertinggi.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Pengetahuan
Ada dua ciri penting dari butir soal pengetahuan yang baik. Ciri yang pertama adalah bahwa butir soal yang baik memiliki tingkat ketepatan dan pembedaan (exactness and discrimination) yang sama dengan tingkat ketepatan dan pembedaan yang digunakan pada pembelajaran sebelumnya. Jika guru yang mengajar pada tingkat awal pengetahuan tentang aturan berbahasa atau pengetahuan tentang metodologi dalam sejarah, butir soal pada materi tersebut tidak boleh menuntut pembedaan (discrimination) yang lebih rumit atau pemakaian yang lebih tepat (exact) daripada yang telah diajarkan. Ciri yang kedua adalah bahwa butir soal yang baik tidak boleh diekspresikan (couched) dalam istilah atau situasi yang baru bagi siswa. Jika ada penggunaan istilah yang belum dikenali siswa, maka guru tidak menguji pengetahuan yang telah diajarkan melainkan kosakata yang belum dikenali (unfamiliar vocabulary).
Dua jenis utama butir soal untuk pengetahuan adalah mengisi atau melengkapi (supply) dan pilihan (choice). Pada butir soal dengan jenis mengisi atau melengkapi (supply) para siswa memberikan jawaban berdasarkan ingatan sedangkan pada butir soal dengan jenis pilihan (choice) para siswa memilih dari sejumlah alternatif yang disediakan. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1) Mengisi atau melengkapi (supply)
Butir soal melengkapi (completion).
Secara langsung meminta siswa memberikan definisi, pernyataan dari suatu prinsip atau aturan, atau langkah-langkah sebuah metode.
Stimulus yang diberikan untuk mengingat disajikan dalam bentuk gambar atau suara.
2) Pilihan (choice)
G. Bentuk pilihan ganda untuk menguji pengetahuan terminologi atau fakta khusus.
H. Bentuk benar-salah untuk mendapatkan rapid sampling atau sample dari banyak pengetahuan dengan cepat.
I. Butir soal menjodohkan (matching)
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual
Kemampuan dan keterampilan mengacu pada bentuk pengoperasian yang teratur dan teknik yang tergeneralisasi dalam memecahkan suatu materi dan masalah. Materi dan masalah tersebut mungkin saja hanya membutuhkan sedikit atau malah sama sekali tidak membutuhkan informasi yang khusus dan bersifat teknis. Materi dan masalah tersebut juga bisa berada di tingkatan yang lebih tinggi sehingga untuk memecahkannya diperlukan informasi khusus yang bersifat teknis. Tujuan kemampuan dan keterampilan menekankan pada proses mental dalam mengatur dan mengatur kembali materi untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Pemahaman (comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Komprehensi merupakan pemahaman atau pengertian seperti ketika seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan tersebut tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain atau melihat seluruh implikasinya. Kategorinya meliputi:
1) Penerjemahan
Pemahaman yang dibuktikan dengan kecermatan dan akurasi untuk memparafrase (uraian dengan kata-kata sendiri) atau menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain atau satu bentuk komunikasi ke bentuk yang lain. Materi dalam komunikasi asli tetap terjaga meskipun bentuk komunikasinya telah diubah. Atau dapat juga dimaksudkan kemampuan mengubah konsep abstrak menjadi suatu model simbolik yang memudahkan orang mempelajarinya.
J. Kemampuan memahami pernyataan secara tersirat (metafora, simbolisme, ironi).
K. Keterampilan menerjemahkan materi verbal matematis ke dalam pernyataan simbolis dan sebaliknya.
2) Interpretasi
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan pengaturan kembali atau suatu pandangan baru akan materi.
Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu kesatuan pada tingkat generalitas manapun yang diinginkan.
Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
3) Ekstrapolasi
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan implikasi, konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi asli.
Kemampuan mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk pendapat yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit.
Keterampilan memprediksi kelanjutan dari sebuah tren.
c. Penerapan (application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.Pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret tertentu. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atas prosedur, atau metode umum dan juga dapat dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan dalam situasi baru dan konkret.
Penerapan terhadap fenomena yang dibicarakan dalam satu makalah mengenai istilah atau konsep ilmiah yang digunakan pada makalah lain.
Kemampuan memprediksi efek yang mungkin timbul akibat perubahan pada suatu faktor terhadap suatu situasi biologis yang telah ada dalam equilibrium.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Penerapan
Delapan perilaku yang menunjukkan kemampuan melakukan penerapan adalah:
1) Menentukan prinsip dan generalisasi yang tepat atau relevan
2) Menyatakan kembali (restate) sebuah masalah guna menentukan prinsip dan generalisasi yang diperlukan
3) Merinci batasan suatu prinsip atau generalisasi yang membuat prinsip atau generalisasi benar atau relevan
4) Mengetahui perkecualian atas suatu generalisasi tertentu
5) Menjelaskan fenomena baru yang terdapat pada prinsip atau generalisasi yang telah diketahui
6) Melakukan prediksi dengan berdasarkan pada prinsip dan generalisasi yang tepat
7) Menentukan atau menunjukkan kebenaran (justify) suatu tindakan atau keputusan
8) Menyatakan alasan yang mendukung penggunaan suatu prinsip atau generalisasi
d. Analisis
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
1) Analisis tentang unsur
Pengidentifikasian unsur-unsur yang ada dalam suatu komunikasi.
Kemampuan untuk mengetahui asumsi yang tidak terungkapkan.
Keterampilan dalam membedakan fakta dari hipotesis.
2) Analisis tentang hubungan
Hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dan bagian-bagian suatu komunikasi.
Kemampuan untuk memeriksa konsistensi atau ketetapan hipotese dengan informasi dan asumsi yang ada.
Keterampilan dalam memahami hubungan antara ide-ide dalam sebuah bacaan.
3) Analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan
Pengorganisasian, pengaturan sistematis, dan struktur yang menyatukan komunikasi.
Kemampuan untuk mengetahui bentuk dan pola dalam karya sastra atau karya seni sebagai alat untuk memahami artinya.
Keterampilan untuk mengetahui teknik umum yang digunakan dalam materi yang bersifat persuasif, seperti iklan, propaganda, dan sebagainya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Analisis
Kemampuan menganalisis adalah serangkaian keterampilan dan perilaku rumit yang dapat dipelajari siswa melalui praktek dengan beragam materi. Ada enam perilaku yang menunjukkan kemampuan menganalisis, yaitu:
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan (subkategori taksonomi analisis tentang unsur
2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara langsung (subkategori taksonomi analisis tentang unsur)
3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah dinyatakan (subkategori taksonomi analisis tentang hubungan)
4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur dan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang berhubungan dengan proses bekerja dengan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dana sebagainya, dan mengatur serta menggabungkannya dengan sedemikian rupa guna membentuk suatu pola atau struktur yang sebelumnya tidak jelas.
1) Penghasilan (production) suatu komunikasi yang unik
Pengembangan dari suatu komunikasi dimana penulis atau pembicara berupaya untuk menyampaikan ide, perasaan, dan/atau pengalaman pada orang lain.
Keterampilan dalam menulis, dengan menggunakan suatu pengaturan ide dan pernyataan yang sangat baik.
Kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman pribadi dengan efektif.
2) Penghasilan (production) sebuah rencana atau serangkaian operasi yang diajukan
Pengembangan dari suatu rencana kerja atau proposal atas sebuah rencana operasi, yang harus memenuhi persyaratan tugas yang mungkin diberikan pada siswa atau mungkin pula dikembangkannya sendiri.
Kemampuan mengajukan cara-cara untuk menguji hipotesis.
Kemampuan merencanakan sebuah unit instruksi untuk situasi mengajar tertentu.
3) Penemuan serangkaian hubungan yang abstrak
Pengembangan dari seperangkat hubungan yang abstrak baik untuk mengklasifikasi maupun untuk menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau deduksi dari pernyataan dan hubungan dari seperangkat pernyataan dasar atau representasi secara simbolis.
Kemampuan merumuskan hipotesis yang tepat dengan berdasarkan pada suatu analisis dari faktor-faktor yang terlibat, dan untuk memodifikasi hipotesis tersebut sesuai dengan faktor dan pertimbangan baru.
Kemampuan membuat penemuan dan generalisasi secara matematis.
f. Evaluasi
Penilaian (judgments) kuantitatif dan kualitatif mengenai nilai dari suatu materi dan metode untuk tujuan tertentu dengan menggunakan standar penilaian yang kriterianya dapat ditentukan oleh siswa sendiri atau ditentukan sebelumnya dan kemudian diberikan pada siswa tersebut.
1) Penilaian (judgments) atas bukti internal
Evaluasi atas akurasi dari suatu komunikasi yang dibuktikan melalui akurasi yang logis, konsistensi dan kriteria internal lainnya.
Menilai (judging) melalui standar internal, kemampuan untuk menilai probabilitas umum dari akurasi dalam melaporkan fakta dari kecermatan atas ketepatan pernyataan, dokumentasi, bukti dan sebagainya.
Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.
2) Penilaian (judgments) atas kriteria eksternal
Evaluasi atas materi dengan mengacu pada kriteria yang telah dipilih atau diingat.
Perbandingan dari teori besar, generalisasi, dan fakta mengenai budaya tertentu.
Menilai (judging) melalui standar eksternal, kemampuan untuk membandingkan sebuah karya dengan standar tertinggi dalam bidangnya –terutama dengan karya-karya lain yang diakui kehebatannya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Evaluasi
Terdapat enam perilaku yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan evaluasi, yaitu:
1) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan akurasi, ketepatan (precision), dan kecermatan (akurasi internal)
2) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan konsistensi atas argumen; hubungan antara asumsi, bukti, dan kesimpulan, dan konsistensi internal dari logika dan pengaturan (organization) (konsistensi internal)
3) Mengetahui nilai dan sudut pandang yang digunakan pada penilaian (judgments) atas sebuah karya (kriteria internal)
4) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan (kriteria eksternal)
5) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan menggunakan seperangkat kriteria atau standar yang tersedia (kriteria eksternal)
6) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya menggunakan seperangkat kriteria atau standar eksplisit yang dimiliki siswa (kriteria eksternal)
Pada prinsipnya untuk ranah kognitif untuk keperluan evaluasi pengajaran dapat dikembangkan teknik tes dalam bentuk objektif dan uraian.
2. Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol dengan lima subkategori; penerimaan (Receiving/Attending), tanggapan (Responding), penghargaan/penilaian (Valuing), pengorganisasian (Organization), dan karakterisasi berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex).
a. Penerimaan (berkonsentrasi / attending)
Siswa menjadi peka terhadap keberadaan dari fenomena dan stimuli tertentu, sehingga ia bersedia menerima atau berkonsentrasi pada (attend to) fenomena dan stimuli tersebut. Ini merupakan langkah pertama yang penting dalam mengarahkan siswa untuk memelajari apa yang diinginkan guru.
1) Kesadaran
Kesadaran hampir merupakan perilaku kognitif. Pembelajar menyadari akan sesuatu yang kemudian dipertimbangkannya seperti sebuah situasi, fenomena, obyek, atau urusan tertentu. Seseorang mungkin saja tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata (verbalize) aspek-aspek stimulus yang menimbulkan kesadaran.
2) Kemauan untuk menerima
Menunjukkan perilaku bersedia menerima (tolerate) stimulus yang diberikan, bukan menghindarinya. Perilaku ini melibatkan adanya kenetralan atau penilaian yang tertunda (suspended judgment) terhadap stimulus.
3) Perhatian yang terkontrol atau terpilih
Di tingkat ini penerimaan masih tanpa ketegangan atau asesmen dan siswa mungkin tidak tahu istilah atau simbol teknis untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan benar dan tepat pada orang lain. Terdapat unsur dimana pembelajar mengontrol perhatian sehingga ia dapat memilih dan menerima stimulus yang diinginkan.
b. Respon (tanggapan)
Menunjukkan keinginan atau hasrat bahwa seorang anak menjadi terlibat dalam atau memberikan komitmen pada suatu subyek, fenomena, atau kegiatan sehingga ia akan mencari dan memeroleh kepuasan untuk bekerja dengan atau melibatkan diri pada subyek, fenomena, atau kegiatan tersebut.
1) Kepasrahan (acquiescence) dalam merespon
Terdapat suatu perilaku yang pasif dan stimulus yang memancing perilaku ini sulit untuk diterima atau digambarkan (subtle). Terdapat lebih banyak unsur reaksi terhadap sebuah gagasan dan lebih sedikit implikasi dari penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly).
2) Kesediaan untuk merespon
Pembelajar cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon bukan karena takut akan hukuman, namun karena “dirinya sendiri” atau secara sukarela. Unsur penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly) yang ada pada tingkat sebelumnya, kini digantikan oleh persetujuan yang berasal dari pilihan pribadi seseorang.
3) Kepuasan dalam merespon
Unsur tambahan pada langkah yang melampaui tingkat respon secara sukarela, adalah bahwa perilaku yang tampak disertai dengan rasa puas, suatu respon emosional, yang umumnya menunjukkan rasa senang, kegembiraan atau suka cita.
c. Menilai (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau asesmen (assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa (internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
1) Penerimaan atas nilai
Ciri utama perilaku ini adalah konsistensi respon pada kelompok obyek, fenomena, dan sebagainya, yang digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan atau sikap.
2) Pemilihan atas nilai
Perilaku pada tingkatan ini tidak hanya menunjukkan penerimaan seseorang atas suatu nilai sehingga ia bersedia diidentifikasi berdasarkan nilai tersebut, namun ia juga cukup terikat pada nilai tersebut sehingga ia ingin mengejar, mencari, dan menginginkannya.
3) Komitmen
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen merupakan penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap posisi, kelompok atau tujuan juga termasuk dalam komitmen.
d. Pengaturan (organization)
Ketika pembelajar telah menyerap nilai, ia menemui situasi dimana ada lebih dari satu nilai yang relevan sehingga ia perlu melakukan (a) pengaturan beberapa nilai ke dalam sebuah sistem, (b) penentuan hubungan diantara nilai-nilai tersebut, dan (c) penetapan nilai-nilai yang dominan dan mencakup segala hal.
1) Konseptualisasi suatu nilai
Pada tingkatan ini kualitas keabstrakan atau konseptualisasi menjadi bertambah yang membuat seseorang melihat bagaimana nilai tersebut berhubungan dengan nilai yang telah diyakininya atau nilai baru yang akan diyakininya.
2) Pengaturan suatu sistem nilai
Meminta pembelajar untuk menyatukan sekelompok nilai yang sama, atau mungkin nilai-nilai yang berbeda, dan membawanya ke dalam suatu hubungan dengan nilai lain yang telah diatur dengan baik. Pengaturan nilai dapat menghasilkan sintesis yang berupa suatu nilai baru atau kelompok nilai dengan tingkatan yang lebih tinggi.
e. Karakterisasi melalui suatu nilai atau kelompok nilai
Pada tingkat penyerapan atau internalisasi nilai ini, nilai telah diatur menjadi sebuah sistem yang konsisten secara internal dan telah mengontrol perilaku seseorang yang menganutnya.
1) Perangkat yang tergeneralisasi (Generalized set)
Memberikan suatu konsistensi internal terhadap sistem sikap dan nilai pada saat-saat tertentu yang juga merupakan suatu dasar orientasi yang memungkinkan seseorang untuk mempersempit dan mengatur dunia yang kompleks yang ada di sekitarnya dan untuk bertindak secara konsisten dan efektif.
2) Penentuan karakter
Ini merupakan tingkatan teratas dari proses penyerapan atau internalisasi nilai yang berhubungan dengan pandangan seseorang terhadap dunia, filosofi hidupnya, serta sebuah sistem nilai dengan obyek berupa seluruh bagian dari apa yang telah diketahui atau dapat diketahuinya.
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif
1) Observasi
Observasi memungkinkan tercapainya asesmen perilaku afektif yang cepat di lokasi tempat subyek berada. Observasi harian juga memungkinkan tercapainya kesimpulan yang lebih langsung dan lebih aman mengenai pola perilaku afektif ketimbang data dari instrumen administrasi tertulis. Dengan mendengarkan apa yang dikatakan siswa pada temannya dan dengan mengobservasi mereka setiap hari, pola-pola perilaku afektif dapat diidentifikasi.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan tatap muka secara langsung dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan dengan cermat kepada siswa. Bentuk wawancara bisa terstruktur, bisa pula tidak. Wawancara tidak terstruktur memperluas dan memperdalam infomasi evaluatif dengan mendorong ekspresi pribadi dari sikap siswa yang lebih spontan dan lebih cepat.
3) Pertanyaan Open-Ended
Pertanyaan open-ended membutuhkan pernyataan tertulis yang panjangnya bisa beragam.
4) Kuisioner Closed-Item
Kuisioner dengan pilihan-pilihan yang ditentukan hampir sama dengan wawancara terstruktur yang telah dibahas sebelumnya, hanya saja disini responden melengkapi kuisioner tanpa bantuan pewawancara. Ada dua jenis kuisioner closed-item, yaitu menentukan peringkat (ranking) atau pilihan yang dipaksakan (forced choice) dan skala.
3. Ranah Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom. Dari beberapa sumber yang ada rumusan subkategori yang tidak sama baik jumlah maupun istilah yang dipakai.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, ranah ini terbagi dalam enam kategori jenjang kemampuan yaitu Persepsi (Perception), kesiapan (Set), guided Response (respon Terpimpin), mekanisme (Mechanism), respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response), Penyesuaian (Adaptation), Penciptaan (Origination).
Keenam subketegori tersebut menurut Daryanto (1999:123) masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik (muscular or motor skill), manipulasi benda-benda (manipulation of material or objects) dan koordinasi neuromuscular.
Menurut Harrow sebagaimana dikutip oleh Hadi Siswoyo dalam http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39, Ranah Psikomotorik ada 5 tingkat yaitu (1)meniru, (2) manipulasi, (3) ketepatan gerakan, (4) artikulasi dan (5) naturalisasi.
Gambaran tentang tingkat klasifikasi dan subkategori ranah psikomotor dapat dilihat dari skema berikut:
Tingkat Klasifikasi dan subkategori Batasan Tingkah laku
1. Gerakan Refleks
1.1. Refleks segmental
1.2. Refleks intersegmental
1.3. Refleks suprasegemental Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan Bungkuk, meregangkan badan, penyesuaian postur tubuh.
2. Gerakan fundamental yang dasar
2.1. Gerakan lokomotor
2.2. Gerakan nonlokomotor
2.3. Gerakan manipulative
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan reflex dan merupakan dasar gerakan terampil kompleks. Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, mendorong, tarik, pelintir, pegang dsb.
3. Kemampuan Perseptual
3.1. Diskriminasi kinestetis
3.2. Diskriminasi visual
3.3. Diskriminasi Auoditeoris
3.4. Diskriminasi Taktil
3.5. Diskriminasi Terkoordinir Interpretasi stimulasi dengan berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat penyesuaian dengan lingkungannya Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati dalam semua gerakan yang disengaja
4. Kemampuan Fisik
4.1. Ketahanan
4.2. Kekuatan
4.3. Fleksibilitas
4.4. Agilitas Karakteristik fungsional dari kekuatan organic yang esensial bagi perkembangan gerakan yang sangat terampil Lari jauh, berenang, gulat, balet, mengetik dsb.
5. Gerakan Terampil
5.1. Keterampilan Adaptif
5.2. Keterampilan Adaptif terpadu
5.3. Keterampilan Adaptif kompleks Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas gerakan kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang inheren Semua keterampilan yang dibentuk atas lokomotor dan pola gerakan manipulatif
6. Komunikasi Nondiskursif
6.1. Gerakan Ekspresif
6.2. Gerakan Interpretatif Komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai gerakan koreografis yang rumit Gerakan muka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan dengan efisien
Pada ranah psikomotorik ini evaluasi yang dapat dikembangkan adalah tes kinerja (performance) atau praktik.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan evaluasi dan taksonomi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Evaluasi dalam sistem pendidikan dan pengajaran adalah komponen yang urgen yang harus dilakukan terutama untuk tujuan mengetahui pencapaian keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran yang telah dijalankan.
2. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku baru pada peserta didik yang menurut Benyamin S Bloom terbagi dalam tiga ranah tujuan pengajaran yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikenal dengan taksonomi Bloom.
3. Taksonomi Bloom dikembangkan dari teori psikologi kognitif dan dirumuskan pertama kali tahun 1956. Setiap ranah/domain tersusun atas kategori-kategori atau subkategori yang menunjukkan tingkat kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik
4. Dalam evaluasi pendidikan taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai acuan melakukan penilaian secara lebih komprehensif dan terperinci mencakup ketiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor) dan mencakup sub-sub kategorinya.
B. Penutup
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ilahi Rabb atas pertolongan-Nyalah penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu. namun demikian kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari sisi substansi isi maupun teknis penulisan. itu semua terpulang kepada kami dan secara akademik menjadi tanggung jawab kami pula. Untuk itu segala bentuk saran, masukan, koreksi maupun kritik sangat kami nantikan dan harapkan dalam kerangka mencari kebenaran serta guna memperbaiki kualitas makalah ini.
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, kami berharap walau ibarat setetes air di samudra luas makalah ini dapat menjadi sarana menambah ilmu yang bermanfaat. amin.
Bibliografi
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Departemen Agama RI, Dirjend Pendidikan Islam, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Serta UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Depag RI, 2006)
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta: PT Gramedia,1992).
Haryono, A. 1999, Evaluasi Pengajaran. Semarang : FMIPA IKIP Semarang.
http://dokumens.multiply.com/journal/item/34
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/15489
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
http://jurnalpaedagogy.wordpress.com/category/evaluasi-pendidikan/
http://m-thohir.blogspot.com/2008/02/kompleksitas-revisi-taksonomi-bloom.html
http://prasastie.multiply.com/journal/item/47/TAKSONOMI_BLOOM_oleh_I._Prasastie
http://re-searchengines.com/afdhee5-07.html
http://statistikpendidikanii.blogspot.com/
http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan., (Jakarta:Rajawali Pers, 1996)
Sudjana, Nana, Dr., Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996).
Tayibnapis, Farida Yusuf Dr., M.Pd, Evaluasi Program, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).
Thoha, M. Chabib, Teknik evaluasi pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,1996).
Evaluasi dalam rangkaian proses pendidikan merupakan hal yang sangat urgen. Hal ini mengingat evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi ini dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. (Depag RI, 2006:67).
Pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan dan potensi individu baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat merupakan usaha sadar yang bertujuan mendewasakan anak mencakup kedewasaan fisik, intelektual, sosial dan moral. (Nana Sudjana, 1996:2) Operasionalisasi pendidikan tersebut dalam lingkup yang lebih kecil ditempuh melalui proses belajar mengajar atau pengajaran. Pengajaran adalah interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran, yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku baru pada siswa, sebagai akibat dari proses belajar mengajar. Perubahan tingkah laku dalam pengertian luas seperti dikemukakan Kingsley mencakup keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan, pengertian serta sikap dan cita-cita. Sedangkan menurut Gagne mencakup keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Adapun menurut Benyamin S Bloom dibedakan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif (aspek intelektual), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan). (Nana Sudjana, 1996:6)
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan evaluasi. Evaluasi pendidikan dan pengajaran merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar. Karena itu evaluasi menjadi hal yang penting dan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat mengukur dan menilai seberapa jauh keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan. Dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mempermudah upaya mencari jalan keluar untuk perbaikan ke depan. Dalam tataran makro, menurut Farida Tayib (2000:1) evaluasi akan memberikan informasi yang lebih akurat untuk membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan.
Makalah ini akan membahas konsep dasar evaluasi dan taksonomi tujuan pendidikan. Karena dikaitkan dengan taksonomi maka pembahasan dibatasi dan difokuskan hanya pada evaluasi terhadap peserta didik dalam bentuk evaluasi hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
II. KONSEP DASAR EVALUASI PENDIDIKAN
A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Sebelum menjelaskan pengertian evaluasi pendidikan lebih lanjut akan dikemukakan dulu pengertian pengukuran dan penilaian. Karena berbicara mengenai evaluasi selalu berkait dengan pengukuran dan penilaian. Dan terkadang ketiga istilah ini memunculkan kerancuan dan saling dipertukarkan (interchangeable).
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat ke dalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif.
Dalam dunia pendidikan, Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
2. Penilaian
Penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai. Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
3. Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation. Dalam bahasa Indonesia berarti ‘penilaian’.(Anas Sudijono, 1998: 1) Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (1992:220) evaluation berarti penilaian atau penaksiran.
M. Chabib Thoha (1996:1) mengatakan bahwa Evaluasi berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Anne Anastasi sebagaimana dikutip Sudijono (1998:1) mengatakan bahwa Evaluasi bukan saja sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.
Dari beberapa pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi di setiap akhir program tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
B. Tujuan Evaluasi
Evaluasi telah memegang peranan penting dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang dipakai sebagai dasar untuk :
o Membuat kebijaksanaan dan keputusan
o Menilai hasil yang dicapai para pelajar
o Menilai kurikulum
o Memberi kepercayaan kepada sekolah
o Memonitor dana yang telah diberikan
o Memperbaiki materi dan program pendidikan
(http://dokumens.multiply.com/journal)
Dr. Muchtar Buchori M.Ed. Mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi pendidikan ada 2 yaitu :
o Untuk mengetahui kemajuan peserta didik setelah ia mengalami pendidikan selama jangka waktu tertentu.
o Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidik selama jangka waktu tertentu tadi.
( http://dokumens.multiply.com/journal)
Secara konklusif Haryono (1999 : 1-3) menjelaskan tujuan evaluasi berkaitan dengan perencanaan, pengelolaan, proses, dan tindak lanjut pengajaran, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Oleh karena itu keputusan yang diambil dari hasil evaluasi dapat menyangkut :
1. Keputusan dalam bidang pengajaran
Dalam keputusan yang menyangkut bidang pengajaran ini hasil evaluasi dipakai sebagai pedoman untuk langkah-langkah memperbaiki cara mengajar guru, metode pengajaran, strategi mengajar. Sudah tepat atau belum suatu metode atau strategi mengajar dapat dilihat dari hasil evaluasi yang diadakan setelah proses belajar mengajar selesai. Jika hasil evaluasi menunjukkan nilai kurang, berarti metode atau strategi mengajar perlu diperbaiki. Jika hasil evaluasi sudah baik, berarti metode atau strategi mengajar sudah baik dan memadai.Untuk mengetahui apakah cara mengajar kita sudah baik atau belum, maka perlu diadakan tes formatif. Jadi nilai tes formatif tidak dijadikan pedoman untuk mengisi raport atau kenaikan kelas, tetapi untuk mengambil keputusan cara mengajarnya sudah tepat atau belum.
2. Keputusan tentang hasil belajar
Dilihat dari sudut proses belajar siswa, evaluasi digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa. Nilai evaluasi dalam hal ini dipergunakan untuk mengisi raport, untuk menentukan naik kelas atau tidak, lulus atau tidak. Komponen untuk keperluan ini biasanya menggunakan tes ulangan harian. Tes ulangan harian atau tes formatif pada umumnya diadakan untuk pokok bahasan yang lebih kecil, tetapi tes sumatif biasanya diadakan untuk pokok bahasan yang lebih luas.
3. Keputusan dalam rangka diagnosis atau usaha perbaikan
Kesulitan belajar siswa perlu dicari sebab-sebabnya dan ditanggulangi melalui usaha-usaha perbaikan. Tes diagnostic diselenggarakan untuk mengetahui dalam bidang mana siswa telah atau belum menguasai kompetensi tertentu, dengan kata lain tes diagnostic berusaha mengungkapkan kekuatan atau kelemahan siswa mengenai bahan yang diujikan. Sepintas lalu tes diagnostic hampir sama dengan tes untuk bidang pengajaran. Bedanya tes untuk bidang pengajaran berorientasi pada masa lalu, maksudnya bagaimana kesulitan itu dapat terjadi. Perlu diketahui juga bahwa untuk mengungkapkan kelemahan siswa tidak dengan tes diagnostik, tetapi dapat menggunakan cara-cara lain, analisis tugas sehari-hari, informasi keadaan rumah tangga. Setelah diketahui kesulitan ataukelemahan belajar siswa, barulah diusahakan kemungkinan-kemungkinan usaha perbaikan.
4. Keputusan berkenaan dengan penempatan
Tes untuk penjurusan atau pemilihan program termasuk tes penempatan. Dengan tes penempatan siswa dapat di bagi-bagi menurut tingkat kemampuannya, hal ini dimaksudkan agar siswa dapat belajar dengan baik dan siswa terhindar dari kesulitan. Tes bakat atau tes minat adalah salah satu tes yang digunakan untuk memilih dan menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya.
5. Keputusan yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling
Dilihat dari kepentingan tiap siswa, pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa mampu mengenali dan menerima keadaan dirinya sendiri, serta atas dasar pengenalan penerimaan diri sendiri ini siswa mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, termasuk mengarahkan dirinya sendiri sesuai bakatnya. Untuk sasaran petugas bimbingan dan konseling, hanya mungkinmelaksanakan tugasnya dengan baik jika dia dilengkapi dengan informasi yang lengkap dan tepat, ini dimaksudkan agar hasil evaluasi untuk kepentingan tersebut.
6. Keputusan berkenaan dengan kurikulum
Salah satu kegunaan hasil evaluasi adalah untuk menguji isi kurikulum dan pelaksanaan pengajaran. Dalam program pendidikan isi kurikulum dan rancangan pengajaran beserta berbagai penunjangnya dapat diuji keunggulannya.
7. Keputusan berkenaan dengan kelembagaan
Sering terjadi bahwa suatu lembaga pendidikan tidak seproduktif dengan lembaga pendidikan yang lain. Ada yang siswanya jarang bisa lulus tepat pada waktunya, tetapi ada lembaga lain yang siswanya selalu dapat selesai tepat waktu yang telah terprogramkan.
Untuk SLTP-SMA ada sekolah yang kemudian oleh masyarakat dinilai sekolah favorit, tetapi ada yang dinilai sekolah rawan. Untuk membandingkan lembaga yang satu dengan yang lain atau sekolah yang satu dengan yang lain perlu diadakan alat ukur atau evaluasi. Hasil evaluasi ini barulah dapat dipergunakan untuk menilai atau memberi predikat pada lembaga atau sekolah-sekolah tersebut. Dalam hal ini lembaga-lembaga atau sekolah-sekolah yangdinilai kurang, punya kewajiban untuk mengejar kekurangan tersebut.
C. Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui tujuan evaluasi maka dapat diketahui pula fungsi evaluasi pendidikan. Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 11) fungsi evaluasi tersebut antara lain:
1. Evaluasi berfungsi selektif
Fungsi seleksi ini antara lain bertujuan:
a. untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk keperluan pemberian beasiswa.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik
Dengan evaluasi dapat diketahui kelemahan-kelemahan siswa serta penyebabnya.
3. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
4. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.
Jika evaluasi dipandang dari sudut masing-masing komponen pendidikan maka evaluasi dapat berfungsi antara lain:
1. Fungsi evaluasi bagi siswa
Bagi siswa, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilannya dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Dalam hal ini ada dua kemungkinan :
a. Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin diperolehnya kembali pada waktu yang akan datang. Untuk ini siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat agar perolehannya sama bahkan meningkat pada masa yang akan datang. Namun, dapat pula terjadi sebaliknya, setelah memperoleh hasil yang memuaskan siswa tidak rajin belajar sehingga pada waktu berikutnya hasilnya menurun.
b. Hasil bagi siswa yang tidak memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan yang akan datang dia akan berusaha memperbaikinya. Oleh karena itu, siswa akan giat belajar. Tetapi bagi siswa yang kurang motivasi atau lemah kemauannya akan menjadi putus asa
2. Fungsi evaluasi bagi guru
a. Dapat mengetahui siswa manakah yang menguasai pelajran dan siswa mana pula yang belum. Dalam hal ini hendaknya guru memberikan perhatian kepada siswa yang belum berhasil sehingga pada akhirnya siswa mencapai keberhasilan yang diharapkan.
b. Dapat mengetahui apakah tujuan dan materi pelajaran yang telah disampaikan itu dikuasai oleh siswa atau belum.
c. Dapat mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran tersebut.
d. Bila dari hasil evaluasi itu tidak berhasil, maka dapat dijadikan bahan remidial. Jadi, evaluasi dapat dijadikan umpan balik pengajaran.
3. Fungsi evaluasi bagi sekolah
a. Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus. Melalui evaluasi terhadap pengajaran yang dilakukan oleh guru, maka akan dapat diketahui apakah ketepatan kurikulum telah tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan atau belum. Dari hasil penilaian tersebut juga sekolah dapat menetapkan langkah-langkah untuk perencanaan program berikutnya yang lebih baik.
b. Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah. Sudah barang tentu jika hasil penilaian yang dilakukan menunjukkan tanda-tanda telah terlaksananya kurikulum sekolah dengan baik, maka berarti tingkat ketepatan dan kemajuan telah tercapai sebagaimana yang diharapkan. Akan tetapi sebaliknya jika tand-tanda itu menunjukkan tidak tercapainya sasaran yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ketepatan dan kemajuan sekolah perlu ditingkatkan.
c. Mengukur keberhasilan guru dalam mengajar. Melalui evaluasi yang telh dilaksanakan dalam pengajaran merupakan bahan informasi bagi guru untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran.
d. Untuk meningkatkan prestasi kerja. Keberhasilan dan kemajuan yang dicapai dalm pengajaran akan mendorong bagi sekolah atau guru untuk terus meningkatkan prestasi kerja yang telah dicapai dan berusaha memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang mungkin terjadi.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
1. Keterpaduan
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak.
3. Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
4. Pedagogis
Perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.
5. Akuntabel
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya. (Daryanto, 1999:19-21)
E. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik non Tes (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/)
1. Teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner,daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup.
a. Rating scale atau skala bertingkat
Skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.
c. Daftar cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai.
d. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan saja.
e. Pengamatan atau observasi
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan atau observasi terdiri dari 3 macam yaitu : (1) observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam kelompok yang diamati. Pengamat telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi sebagai memberikan pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam obejek pengamatan.
f. Riwayat hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
2. Teknik tes.
Dalam evaluasi pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu :
a. Tes diagnostik
b. Tes formatif
c. Tes sumatif
F. Prosedur Melaksanakan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses dan out put. Apabila prosedur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknik apa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, di mana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
2. Pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)
3. Verifikasi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb)
4. Pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )
5. Penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu. (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/).
III. TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN
A. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan “nomos” yang berarti aturan. Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Klasifikasi bidang ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek. (http://hadisiswoyo.co.cc)
Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang biasa sering dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah standar evaluasi atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom)
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi)
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
B. Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
1. Ranah Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6). Aspek kognitif ini diurutkan secara hirarki piramidal. keenam aspek bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih) di mana aspek yang lebih tinggi meliputi semua aspek di bawahnya. (Daryanto, 1999: 102).
Sistem klasifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pengetahuan (knowledge)
Subkategori ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Pengetahuan yang dimaksud disini adalah sesuatu yang berhubungan dengan ingatan (recall) akan hal-hal yang khusus dan umum, ingatan akan metode dan proses, atau ingatan akan sebuah pola, struktur atau lokasi. Penekanan tujuan pengetahuan lebih banyak pada proses psikologis atas upaya untuk mengingat. Pengetahuan ini dapat dikategorisasi lagi menjadi:
1) Pengetahuan khusus
Ingatan tentang potongan-potongan informasi yang spesifik dan dapat dipisahkan. Penekanannya terletak pada simbol dengan referen yang konkret. Simbol yang berada pada tingkat keabstrakan yang rendah tersebut dapat dianggap sebagai unsur yang membangun bentuk pengetahuan yang lebih rumit dan abstrak.
2) Pengetahuan tentang cara dan alat untuk menangani hal-hal yang khusus
Pengetahuan tentang cara-cara mengatur, memelajari, menilai dan mengkritik yang meliputi metode bertanya, urutan kronologis dan standar penilaian pada suatu bidang serta pola pengaturan untuk menentukan dan mengatur wilayah bidang tersebut secara internal. Pengetahuan ini berada di tingkat menengah, diantara pengetahuan tentang hal-hal yang khusus dan pengetahuan tentang hal-hal yang umum.
3) Pengetahuan tentang hal-hal umum dan hal-hal yang abstrak dalam satu bidang
Pengetahuan tentang skema dan pola besar yang mengatur fenomena dan ide. Pengetahuan ini berupa struktur, teori dan generalisasi besar yang mendominasi suatu bidang atau yang biasa digunakan untuk memelajari fenomena atau menyelesaikan masalah. Pengetahuan ini memiliki tingkat keabstrakan dan kerumitan yang tertinggi.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Pengetahuan
Ada dua ciri penting dari butir soal pengetahuan yang baik. Ciri yang pertama adalah bahwa butir soal yang baik memiliki tingkat ketepatan dan pembedaan (exactness and discrimination) yang sama dengan tingkat ketepatan dan pembedaan yang digunakan pada pembelajaran sebelumnya. Jika guru yang mengajar pada tingkat awal pengetahuan tentang aturan berbahasa atau pengetahuan tentang metodologi dalam sejarah, butir soal pada materi tersebut tidak boleh menuntut pembedaan (discrimination) yang lebih rumit atau pemakaian yang lebih tepat (exact) daripada yang telah diajarkan. Ciri yang kedua adalah bahwa butir soal yang baik tidak boleh diekspresikan (couched) dalam istilah atau situasi yang baru bagi siswa. Jika ada penggunaan istilah yang belum dikenali siswa, maka guru tidak menguji pengetahuan yang telah diajarkan melainkan kosakata yang belum dikenali (unfamiliar vocabulary).
Dua jenis utama butir soal untuk pengetahuan adalah mengisi atau melengkapi (supply) dan pilihan (choice). Pada butir soal dengan jenis mengisi atau melengkapi (supply) para siswa memberikan jawaban berdasarkan ingatan sedangkan pada butir soal dengan jenis pilihan (choice) para siswa memilih dari sejumlah alternatif yang disediakan. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1) Mengisi atau melengkapi (supply)
Butir soal melengkapi (completion).
Secara langsung meminta siswa memberikan definisi, pernyataan dari suatu prinsip atau aturan, atau langkah-langkah sebuah metode.
Stimulus yang diberikan untuk mengingat disajikan dalam bentuk gambar atau suara.
2) Pilihan (choice)
G. Bentuk pilihan ganda untuk menguji pengetahuan terminologi atau fakta khusus.
H. Bentuk benar-salah untuk mendapatkan rapid sampling atau sample dari banyak pengetahuan dengan cepat.
I. Butir soal menjodohkan (matching)
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual
Kemampuan dan keterampilan mengacu pada bentuk pengoperasian yang teratur dan teknik yang tergeneralisasi dalam memecahkan suatu materi dan masalah. Materi dan masalah tersebut mungkin saja hanya membutuhkan sedikit atau malah sama sekali tidak membutuhkan informasi yang khusus dan bersifat teknis. Materi dan masalah tersebut juga bisa berada di tingkatan yang lebih tinggi sehingga untuk memecahkannya diperlukan informasi khusus yang bersifat teknis. Tujuan kemampuan dan keterampilan menekankan pada proses mental dalam mengatur dan mengatur kembali materi untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Pemahaman (comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Komprehensi merupakan pemahaman atau pengertian seperti ketika seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan tersebut tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain atau melihat seluruh implikasinya. Kategorinya meliputi:
1) Penerjemahan
Pemahaman yang dibuktikan dengan kecermatan dan akurasi untuk memparafrase (uraian dengan kata-kata sendiri) atau menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain atau satu bentuk komunikasi ke bentuk yang lain. Materi dalam komunikasi asli tetap terjaga meskipun bentuk komunikasinya telah diubah. Atau dapat juga dimaksudkan kemampuan mengubah konsep abstrak menjadi suatu model simbolik yang memudahkan orang mempelajarinya.
J. Kemampuan memahami pernyataan secara tersirat (metafora, simbolisme, ironi).
K. Keterampilan menerjemahkan materi verbal matematis ke dalam pernyataan simbolis dan sebaliknya.
2) Interpretasi
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan pengaturan kembali atau suatu pandangan baru akan materi.
Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu kesatuan pada tingkat generalitas manapun yang diinginkan.
Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
3) Ekstrapolasi
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan implikasi, konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi asli.
Kemampuan mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk pendapat yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit.
Keterampilan memprediksi kelanjutan dari sebuah tren.
c. Penerapan (application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.Pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret tertentu. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atas prosedur, atau metode umum dan juga dapat dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan dalam situasi baru dan konkret.
Penerapan terhadap fenomena yang dibicarakan dalam satu makalah mengenai istilah atau konsep ilmiah yang digunakan pada makalah lain.
Kemampuan memprediksi efek yang mungkin timbul akibat perubahan pada suatu faktor terhadap suatu situasi biologis yang telah ada dalam equilibrium.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Penerapan
Delapan perilaku yang menunjukkan kemampuan melakukan penerapan adalah:
1) Menentukan prinsip dan generalisasi yang tepat atau relevan
2) Menyatakan kembali (restate) sebuah masalah guna menentukan prinsip dan generalisasi yang diperlukan
3) Merinci batasan suatu prinsip atau generalisasi yang membuat prinsip atau generalisasi benar atau relevan
4) Mengetahui perkecualian atas suatu generalisasi tertentu
5) Menjelaskan fenomena baru yang terdapat pada prinsip atau generalisasi yang telah diketahui
6) Melakukan prediksi dengan berdasarkan pada prinsip dan generalisasi yang tepat
7) Menentukan atau menunjukkan kebenaran (justify) suatu tindakan atau keputusan
8) Menyatakan alasan yang mendukung penggunaan suatu prinsip atau generalisasi
d. Analisis
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
1) Analisis tentang unsur
Pengidentifikasian unsur-unsur yang ada dalam suatu komunikasi.
Kemampuan untuk mengetahui asumsi yang tidak terungkapkan.
Keterampilan dalam membedakan fakta dari hipotesis.
2) Analisis tentang hubungan
Hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dan bagian-bagian suatu komunikasi.
Kemampuan untuk memeriksa konsistensi atau ketetapan hipotese dengan informasi dan asumsi yang ada.
Keterampilan dalam memahami hubungan antara ide-ide dalam sebuah bacaan.
3) Analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan
Pengorganisasian, pengaturan sistematis, dan struktur yang menyatukan komunikasi.
Kemampuan untuk mengetahui bentuk dan pola dalam karya sastra atau karya seni sebagai alat untuk memahami artinya.
Keterampilan untuk mengetahui teknik umum yang digunakan dalam materi yang bersifat persuasif, seperti iklan, propaganda, dan sebagainya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Analisis
Kemampuan menganalisis adalah serangkaian keterampilan dan perilaku rumit yang dapat dipelajari siswa melalui praktek dengan beragam materi. Ada enam perilaku yang menunjukkan kemampuan menganalisis, yaitu:
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan (subkategori taksonomi analisis tentang unsur
2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara langsung (subkategori taksonomi analisis tentang unsur)
3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah dinyatakan (subkategori taksonomi analisis tentang hubungan)
4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang (subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur dan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang berhubungan dengan proses bekerja dengan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dana sebagainya, dan mengatur serta menggabungkannya dengan sedemikian rupa guna membentuk suatu pola atau struktur yang sebelumnya tidak jelas.
1) Penghasilan (production) suatu komunikasi yang unik
Pengembangan dari suatu komunikasi dimana penulis atau pembicara berupaya untuk menyampaikan ide, perasaan, dan/atau pengalaman pada orang lain.
Keterampilan dalam menulis, dengan menggunakan suatu pengaturan ide dan pernyataan yang sangat baik.
Kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman pribadi dengan efektif.
2) Penghasilan (production) sebuah rencana atau serangkaian operasi yang diajukan
Pengembangan dari suatu rencana kerja atau proposal atas sebuah rencana operasi, yang harus memenuhi persyaratan tugas yang mungkin diberikan pada siswa atau mungkin pula dikembangkannya sendiri.
Kemampuan mengajukan cara-cara untuk menguji hipotesis.
Kemampuan merencanakan sebuah unit instruksi untuk situasi mengajar tertentu.
3) Penemuan serangkaian hubungan yang abstrak
Pengembangan dari seperangkat hubungan yang abstrak baik untuk mengklasifikasi maupun untuk menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau deduksi dari pernyataan dan hubungan dari seperangkat pernyataan dasar atau representasi secara simbolis.
Kemampuan merumuskan hipotesis yang tepat dengan berdasarkan pada suatu analisis dari faktor-faktor yang terlibat, dan untuk memodifikasi hipotesis tersebut sesuai dengan faktor dan pertimbangan baru.
Kemampuan membuat penemuan dan generalisasi secara matematis.
f. Evaluasi
Penilaian (judgments) kuantitatif dan kualitatif mengenai nilai dari suatu materi dan metode untuk tujuan tertentu dengan menggunakan standar penilaian yang kriterianya dapat ditentukan oleh siswa sendiri atau ditentukan sebelumnya dan kemudian diberikan pada siswa tersebut.
1) Penilaian (judgments) atas bukti internal
Evaluasi atas akurasi dari suatu komunikasi yang dibuktikan melalui akurasi yang logis, konsistensi dan kriteria internal lainnya.
Menilai (judging) melalui standar internal, kemampuan untuk menilai probabilitas umum dari akurasi dalam melaporkan fakta dari kecermatan atas ketepatan pernyataan, dokumentasi, bukti dan sebagainya.
Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.
2) Penilaian (judgments) atas kriteria eksternal
Evaluasi atas materi dengan mengacu pada kriteria yang telah dipilih atau diingat.
Perbandingan dari teori besar, generalisasi, dan fakta mengenai budaya tertentu.
Menilai (judging) melalui standar eksternal, kemampuan untuk membandingkan sebuah karya dengan standar tertinggi dalam bidangnya –terutama dengan karya-karya lain yang diakui kehebatannya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Evaluasi
Terdapat enam perilaku yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan evaluasi, yaitu:
1) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan akurasi, ketepatan (precision), dan kecermatan (akurasi internal)
2) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan konsistensi atas argumen; hubungan antara asumsi, bukti, dan kesimpulan, dan konsistensi internal dari logika dan pengaturan (organization) (konsistensi internal)
3) Mengetahui nilai dan sudut pandang yang digunakan pada penilaian (judgments) atas sebuah karya (kriteria internal)
4) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan (kriteria eksternal)
5) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan menggunakan seperangkat kriteria atau standar yang tersedia (kriteria eksternal)
6) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya menggunakan seperangkat kriteria atau standar eksplisit yang dimiliki siswa (kriteria eksternal)
Pada prinsipnya untuk ranah kognitif untuk keperluan evaluasi pengajaran dapat dikembangkan teknik tes dalam bentuk objektif dan uraian.
2. Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol dengan lima subkategori; penerimaan (Receiving/Attending), tanggapan (Responding), penghargaan/penilaian (Valuing), pengorganisasian (Organization), dan karakterisasi berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex).
a. Penerimaan (berkonsentrasi / attending)
Siswa menjadi peka terhadap keberadaan dari fenomena dan stimuli tertentu, sehingga ia bersedia menerima atau berkonsentrasi pada (attend to) fenomena dan stimuli tersebut. Ini merupakan langkah pertama yang penting dalam mengarahkan siswa untuk memelajari apa yang diinginkan guru.
1) Kesadaran
Kesadaran hampir merupakan perilaku kognitif. Pembelajar menyadari akan sesuatu yang kemudian dipertimbangkannya seperti sebuah situasi, fenomena, obyek, atau urusan tertentu. Seseorang mungkin saja tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata (verbalize) aspek-aspek stimulus yang menimbulkan kesadaran.
2) Kemauan untuk menerima
Menunjukkan perilaku bersedia menerima (tolerate) stimulus yang diberikan, bukan menghindarinya. Perilaku ini melibatkan adanya kenetralan atau penilaian yang tertunda (suspended judgment) terhadap stimulus.
3) Perhatian yang terkontrol atau terpilih
Di tingkat ini penerimaan masih tanpa ketegangan atau asesmen dan siswa mungkin tidak tahu istilah atau simbol teknis untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan benar dan tepat pada orang lain. Terdapat unsur dimana pembelajar mengontrol perhatian sehingga ia dapat memilih dan menerima stimulus yang diinginkan.
b. Respon (tanggapan)
Menunjukkan keinginan atau hasrat bahwa seorang anak menjadi terlibat dalam atau memberikan komitmen pada suatu subyek, fenomena, atau kegiatan sehingga ia akan mencari dan memeroleh kepuasan untuk bekerja dengan atau melibatkan diri pada subyek, fenomena, atau kegiatan tersebut.
1) Kepasrahan (acquiescence) dalam merespon
Terdapat suatu perilaku yang pasif dan stimulus yang memancing perilaku ini sulit untuk diterima atau digambarkan (subtle). Terdapat lebih banyak unsur reaksi terhadap sebuah gagasan dan lebih sedikit implikasi dari penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly).
2) Kesediaan untuk merespon
Pembelajar cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon bukan karena takut akan hukuman, namun karena “dirinya sendiri” atau secara sukarela. Unsur penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly) yang ada pada tingkat sebelumnya, kini digantikan oleh persetujuan yang berasal dari pilihan pribadi seseorang.
3) Kepuasan dalam merespon
Unsur tambahan pada langkah yang melampaui tingkat respon secara sukarela, adalah bahwa perilaku yang tampak disertai dengan rasa puas, suatu respon emosional, yang umumnya menunjukkan rasa senang, kegembiraan atau suka cita.
c. Menilai (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau asesmen (assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa (internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
1) Penerimaan atas nilai
Ciri utama perilaku ini adalah konsistensi respon pada kelompok obyek, fenomena, dan sebagainya, yang digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan atau sikap.
2) Pemilihan atas nilai
Perilaku pada tingkatan ini tidak hanya menunjukkan penerimaan seseorang atas suatu nilai sehingga ia bersedia diidentifikasi berdasarkan nilai tersebut, namun ia juga cukup terikat pada nilai tersebut sehingga ia ingin mengejar, mencari, dan menginginkannya.
3) Komitmen
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen merupakan penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap posisi, kelompok atau tujuan juga termasuk dalam komitmen.
d. Pengaturan (organization)
Ketika pembelajar telah menyerap nilai, ia menemui situasi dimana ada lebih dari satu nilai yang relevan sehingga ia perlu melakukan (a) pengaturan beberapa nilai ke dalam sebuah sistem, (b) penentuan hubungan diantara nilai-nilai tersebut, dan (c) penetapan nilai-nilai yang dominan dan mencakup segala hal.
1) Konseptualisasi suatu nilai
Pada tingkatan ini kualitas keabstrakan atau konseptualisasi menjadi bertambah yang membuat seseorang melihat bagaimana nilai tersebut berhubungan dengan nilai yang telah diyakininya atau nilai baru yang akan diyakininya.
2) Pengaturan suatu sistem nilai
Meminta pembelajar untuk menyatukan sekelompok nilai yang sama, atau mungkin nilai-nilai yang berbeda, dan membawanya ke dalam suatu hubungan dengan nilai lain yang telah diatur dengan baik. Pengaturan nilai dapat menghasilkan sintesis yang berupa suatu nilai baru atau kelompok nilai dengan tingkatan yang lebih tinggi.
e. Karakterisasi melalui suatu nilai atau kelompok nilai
Pada tingkat penyerapan atau internalisasi nilai ini, nilai telah diatur menjadi sebuah sistem yang konsisten secara internal dan telah mengontrol perilaku seseorang yang menganutnya.
1) Perangkat yang tergeneralisasi (Generalized set)
Memberikan suatu konsistensi internal terhadap sistem sikap dan nilai pada saat-saat tertentu yang juga merupakan suatu dasar orientasi yang memungkinkan seseorang untuk mempersempit dan mengatur dunia yang kompleks yang ada di sekitarnya dan untuk bertindak secara konsisten dan efektif.
2) Penentuan karakter
Ini merupakan tingkatan teratas dari proses penyerapan atau internalisasi nilai yang berhubungan dengan pandangan seseorang terhadap dunia, filosofi hidupnya, serta sebuah sistem nilai dengan obyek berupa seluruh bagian dari apa yang telah diketahui atau dapat diketahuinya.
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif
1) Observasi
Observasi memungkinkan tercapainya asesmen perilaku afektif yang cepat di lokasi tempat subyek berada. Observasi harian juga memungkinkan tercapainya kesimpulan yang lebih langsung dan lebih aman mengenai pola perilaku afektif ketimbang data dari instrumen administrasi tertulis. Dengan mendengarkan apa yang dikatakan siswa pada temannya dan dengan mengobservasi mereka setiap hari, pola-pola perilaku afektif dapat diidentifikasi.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan tatap muka secara langsung dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan dengan cermat kepada siswa. Bentuk wawancara bisa terstruktur, bisa pula tidak. Wawancara tidak terstruktur memperluas dan memperdalam infomasi evaluatif dengan mendorong ekspresi pribadi dari sikap siswa yang lebih spontan dan lebih cepat.
3) Pertanyaan Open-Ended
Pertanyaan open-ended membutuhkan pernyataan tertulis yang panjangnya bisa beragam.
4) Kuisioner Closed-Item
Kuisioner dengan pilihan-pilihan yang ditentukan hampir sama dengan wawancara terstruktur yang telah dibahas sebelumnya, hanya saja disini responden melengkapi kuisioner tanpa bantuan pewawancara. Ada dua jenis kuisioner closed-item, yaitu menentukan peringkat (ranking) atau pilihan yang dipaksakan (forced choice) dan skala.
3. Ranah Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom. Dari beberapa sumber yang ada rumusan subkategori yang tidak sama baik jumlah maupun istilah yang dipakai.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, ranah ini terbagi dalam enam kategori jenjang kemampuan yaitu Persepsi (Perception), kesiapan (Set), guided Response (respon Terpimpin), mekanisme (Mechanism), respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response), Penyesuaian (Adaptation), Penciptaan (Origination).
Keenam subketegori tersebut menurut Daryanto (1999:123) masih dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik (muscular or motor skill), manipulasi benda-benda (manipulation of material or objects) dan koordinasi neuromuscular.
Menurut Harrow sebagaimana dikutip oleh Hadi Siswoyo dalam http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39, Ranah Psikomotorik ada 5 tingkat yaitu (1)meniru, (2) manipulasi, (3) ketepatan gerakan, (4) artikulasi dan (5) naturalisasi.
Gambaran tentang tingkat klasifikasi dan subkategori ranah psikomotor dapat dilihat dari skema berikut:
Tingkat Klasifikasi dan subkategori Batasan Tingkah laku
1. Gerakan Refleks
1.1. Refleks segmental
1.2. Refleks intersegmental
1.3. Refleks suprasegemental Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan Bungkuk, meregangkan badan, penyesuaian postur tubuh.
2. Gerakan fundamental yang dasar
2.1. Gerakan lokomotor
2.2. Gerakan nonlokomotor
2.3. Gerakan manipulative
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan reflex dan merupakan dasar gerakan terampil kompleks. Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, mendorong, tarik, pelintir, pegang dsb.
3. Kemampuan Perseptual
3.1. Diskriminasi kinestetis
3.2. Diskriminasi visual
3.3. Diskriminasi Auoditeoris
3.4. Diskriminasi Taktil
3.5. Diskriminasi Terkoordinir Interpretasi stimulasi dengan berbagai cara yang memberi data untuk siswa membuat penyesuaian dengan lingkungannya Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati dalam semua gerakan yang disengaja
4. Kemampuan Fisik
4.1. Ketahanan
4.2. Kekuatan
4.3. Fleksibilitas
4.4. Agilitas Karakteristik fungsional dari kekuatan organic yang esensial bagi perkembangan gerakan yang sangat terampil Lari jauh, berenang, gulat, balet, mengetik dsb.
5. Gerakan Terampil
5.1. Keterampilan Adaptif
5.2. Keterampilan Adaptif terpadu
5.3. Keterampilan Adaptif kompleks Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas gerakan kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang inheren Semua keterampilan yang dibentuk atas lokomotor dan pola gerakan manipulatif
6. Komunikasi Nondiskursif
6.1. Gerakan Ekspresif
6.2. Gerakan Interpretatif Komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai gerakan koreografis yang rumit Gerakan muka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan dengan efisien
Pada ranah psikomotorik ini evaluasi yang dapat dikembangkan adalah tes kinerja (performance) atau praktik.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan evaluasi dan taksonomi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Evaluasi dalam sistem pendidikan dan pengajaran adalah komponen yang urgen yang harus dilakukan terutama untuk tujuan mengetahui pencapaian keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran yang telah dijalankan.
2. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku baru pada peserta didik yang menurut Benyamin S Bloom terbagi dalam tiga ranah tujuan pengajaran yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikenal dengan taksonomi Bloom.
3. Taksonomi Bloom dikembangkan dari teori psikologi kognitif dan dirumuskan pertama kali tahun 1956. Setiap ranah/domain tersusun atas kategori-kategori atau subkategori yang menunjukkan tingkat kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik
4. Dalam evaluasi pendidikan taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai acuan melakukan penilaian secara lebih komprehensif dan terperinci mencakup ketiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor) dan mencakup sub-sub kategorinya.
B. Penutup
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ilahi Rabb atas pertolongan-Nyalah penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu. namun demikian kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari sisi substansi isi maupun teknis penulisan. itu semua terpulang kepada kami dan secara akademik menjadi tanggung jawab kami pula. Untuk itu segala bentuk saran, masukan, koreksi maupun kritik sangat kami nantikan dan harapkan dalam kerangka mencari kebenaran serta guna memperbaiki kualitas makalah ini.
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, kami berharap walau ibarat setetes air di samudra luas makalah ini dapat menjadi sarana menambah ilmu yang bermanfaat. amin.
Bibliografi
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Departemen Agama RI, Dirjend Pendidikan Islam, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Serta UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Depag RI, 2006)
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta: PT Gramedia,1992).
Haryono, A. 1999, Evaluasi Pengajaran. Semarang : FMIPA IKIP Semarang.
http://dokumens.multiply.com/journal/item/34
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/15489
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
http://jurnalpaedagogy.wordpress.com/category/evaluasi-pendidikan/
http://m-thohir.blogspot.com/2008/02/kompleksitas-revisi-taksonomi-bloom.html
http://prasastie.multiply.com/journal/item/47/TAKSONOMI_BLOOM_oleh_I._Prasastie
http://re-searchengines.com/afdhee5-07.html
http://statistikpendidikanii.blogspot.com/
http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan., (Jakarta:Rajawali Pers, 1996)
Sudjana, Nana, Dr., Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996).
Tayibnapis, Farida Yusuf Dr., M.Pd, Evaluasi Program, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).
Thoha, M. Chabib, Teknik evaluasi pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,1996).
Langganan:
Postingan (Atom)